Sabtu, 31 Juli 2010

Akan Aku Lukis Wajahmu di Pantat Kerbau


Meski hatinya pedih, rasa ingin menjerit, tapi ia harus nampak tegar di depan orang yang dipimpinnya (rakyat). Masuklah ke dalam ruangan terkunci sendiri teriak dan menangislah sedu sedan sejadinya jika ingin menangis, jangan sampai rakyat tahu bahwa Anda tengah menangis. Aku tak sudi dipimpin oleh pemimpin yang lemah dan cengeng.

Tapi, bukan berarti aku setuju jika engkau menjadi kuat lantas sesuka hatimu melakukan penindasan terhadap rakyatmu. Seorang pemimpin yang kuat ialah dia yang mempergunakan kekuatannya untuk menolong yang lemah (rakyat miskin & tertindas).

Negeri ini tak cukup dipimpin dengan pencitraan. Masalah tak akan selesai dengan melulu mengurusi pencitraan. Kecantikan alami lebih menarik & memesona daripada ber-make up. Make up / pencitraan menunjukkan bahwa anda sesungguhnya memiliki wajah/citra yang buruk, sehingga untuk menutupi keburukan wajah/citra mu, maka kau poles tebal-tebal wajahmu dengan ber-make up. Sudah lepas saja topengmu itu, aku tak akan tertipu dengan wajah palsumu itu yang bernama topeng.

Ketika engkau bicara soal etika mengenai demonstrasi, jangan ajari kami tentang etika dan kesantunan, urus saja etika dan kesantunan anak buahmu yang bilang BANG**T diruang dewan yang agung. Apakah kata itu etik dikatakan oleh seorang anggota dewan yang “ingin” dihormati itu? Yang berasal dari golongan politikmu yang katanya beretika dan santun. Apakah kata BANG**T itu santun dan beretika?

Ketika engkau mengeluh tentang para demonstran yang mengalegorikan kau dengan seekor kerbau. Jangan jadikan keluhanmu itu sebagai bukti bahwa kerbau itu memang pengeluh, lenguhannya adalah keluhan. Tambun, lamban, dan pelenguh (pengeluh).

Anda akan lebih produktif menjawab semua kritikan dengan aksi. Jawab semua permasalahan-permasalahan secara tuntas dengan aksi. Rakyat akan menilai bahwa anda seorang pekerja bukan pengeluh. Sekali lagi masalah-masalah kenegaraan tak akan terjawab/selesai dengan keluhan.

Perlu anda ketahui wahai pemimpin, aku memilihmu saat itu, jangan sampai aku mempertanyakan kenapa aku memilihmu?

Lima tahun kedua ini, mestinya anda memanfaatkan sebai-baiknya untuk mengabdi pada bumi pertiwi, bangsa dan rakyatmu. Keberhasilan kepemimpinanmu akan ditulis dengan tinta emas di atas kain sutra. Tapi kalau engkau mengabaikan amanat rakyat ini akan aku lukis wajahmu di pantat kerbau.***

Sabtu, 14 Februari 2009

Tak Macet Pun, Tetap Telat

Ada tulisan di televisi informasi Bandara Soekarno Hatta seperti ini 18.50 BOU 108 Surabaya 19.20
Aku lihat jam 19.23
Namun capung besi itu belum jua mendarat
Ah….. sepertinya telat
19.27
masih belum arrived
Oh, sekarang berubah menjadi 18.50 BOU 108 Surabaya 19.19
Padahal jam sudah 19.29, kok belum nongol juga
Udah 19.42 belum juga tiba.
Oh, ternyata aku kena tipu teve informasi bandara itu.

Cengkareng, Februari 2002

Kerinduan

Menjumput malam menuai kebisuan
Menyadur suara tak geming dalam hening
Sumpah yang terlanggar dihembus angin
Kaburkan galau hati
Bilur kerinduan berkecipak di telaga dahaga pertemuan
Pertautan dua jiwa mengelana dalam alam tak bertepi
Dua kutub yang menyatu abadi dalam kesejatian
Melebur dalam pendar

Bogor, April 2001

Atau aku tak tahu malu

Kau tiada tergesa habiskan waktu untuk ku
Sedang aku begitu tergesa habiskan waktu untuk Mu
Kau tiada jera maafkan ku
Sedang aku begitu selalu buat dosa pada Mu
Apa karena Kau tak jera maafkan ku?
Atau aku tak tahu malu
Kau beri aku nikmat tak dapat ku hitung
Kerap pula ku ingkar kan nikmat Mu
Sungguh aku tak tahu malu
Kau miliki segalanya
Sedang aku tak satu pun
Tapi kerap aku sombong pada Mu
Sungguh sungguh aku tak tahu malu

Baranang siang indah, maret 2002